Kamis, 10 Oktober 2019

Belajar Membangun Rumah Tangga Harmonis



TUGAS SUAMI TUGAS ISTRI

Tanggung Jawab Suami Istri dalam Kehidupan Rumah Tangga

Dalam kehidupan suami-istri ada beberapa hal yang harus ditunaikan oleh keduanya, diantaranya mengatur tanggung jawab suami–istri dalam rumah tangga. Mengatur tanggung jawab antara keduanya menjadi hal penting yang lazim dilakukan agar kehidupan rumah tangga menjadi terarah, tugas-tugas tertata, dan tujuan-tujuan mulia keluarga mudah dicapai. Menjadikan rumah tangga terarah, teratur dan tercapai tujuan mulianya merupakan diantara tanggaung jawab suami dan istri. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda: “setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang kepala Negara adalah pemimpin, suami pemimpin dalam rumah tangganya, istri pemimpin atas rumah suami dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya”. (HR. Bukhari).

A. Tanggung jawab suami

 2 tanggung jawab serta kedudukan suami dalam berumah tangga: kepemimpinan( qawamah) serta menafkahi keluarga.

Kepemimpinan dalam keluarga

Imam Muhammad Abduh berpendapat tentang tafsir pesan An- Nisaa’ ayat 34 di atas:“ Kehidupan suami- istri merupakan kehidupan sosial. Serta tiap warga sosial wajib mempunyai seseorang pemimpin. Sebab tiap orang yang berkumpul tentu hendak berbeda komentar serta kemauan. Serta kemaslahatan mereka tidak hendak terpenuhi kecuali apabila mereka mempunyai seseorang kepala warga, tempat kembali tiap terjalin perbandingan komentar. Ini dicoba supaya tiap- tiap anggota keluarga tidak melaksanakan perbuatan yang kontra produktif, sehingga menyebabkan terurainya jalinan kokoh serta hancurnya system yang terdapat.

Suami lebih layak jadi kepala rumah tangga, sebab dia lebih mengenali kemaslahatannya, lebih sanggup melaksanakannya dengan sokongan kekokohan serta hartanya. Sebab keadaan ini suami dituntut secara syar’ i buat melindungi istrinya serta membagikan nafkah kepadanya, sedangkan istri dituntut buat menaatinya dalam hal- hal yang makruf”.( Tafsir Al- Manar, juz 2).

Kepemimpinan dalam rumah tangga tidak bersumber pada aksi semena- mena. Kepemimpinan rumah tangga didasari dengan wuddiyah( cinta serta kasih sayang). Kepemimpinan merupakan wadah struktur tempat bermusyawarah, serta syura merupakan akhlak seseorang muslim dalam tiap urusan hidupnya. Setelah itu kepemimpinan pula ialah syar’ iyyah( legalitas) yang diatur sedemikian rupa, antara lain kaedah yang ditegaskan Al- Qur’ an:“ serta para perempuan memiliki hak yang balance dengan kewajibannya bagi metode yang maruf”.( QS. Al- Baqarah: 228). Belum lagi aturan- aturan rinci yang mangulas perkawinan, talak, adab- adab pergaulan suami- istri, pula beberapa nilai serta etika yang mengendalikan serta memusatkan kehidupan berumah tangga mengarah kebaikan bersama.

Menafkahi keluarga

Seseorang suami bisa mengosongkan waktu buat mencari nafkah, sedangkan istri acapkali mempunyai bermacam hambatan bila dituntut buat mencari nafkah, semacam memiliki, melahirkan, membesarkan serta mendidik anak dan mengurus rumah tangga. Perihal tersebut acapkali menyibukkan para istri serta menghalanginya buat bekerja di luar rumah. 

B. Tanggung jawab Istri

Ketaatan istri terhadap suami
Ketaatan terhadap suami merupakan ketaatan yang diiringi keridhaan, cinta serta dalam batas masalah yang makruf. Rasulullah saw bersabda:“ Tidak terdapat ketaatan dalam kemaksiatan. Sebetulnya ketaatan itu dalam hal- hal yang makruf”.( HR. Muslim).

Ketaatan istri terhadap suami ialah wujud ibadah kepada Allah SWT. Ketaatan tersebut tidak boleh jadi kontra produktif, jauh dari nilai ibadah serta melahirkan perilaku semena- mena seseorang suami tehadap istri. Ketaatan istri didasari dengan nilai serta prinsip bagaikan berikut:

1. Taat bukan dalam kemaksiatan. Diriwayatkan dari Aisyah ra, kalau:“ Terdapat seseorang bunda menikahkan anak gadisnya, seketika rambut anak tersebut terjatuh, kemudian dia tiba kepada Nabi saw serta menggambarkan peristiwa itu kepada dia. 

2. Taat setimpal keahlian.“ Allah tidak membebani seorang melainkan setimpal dengan kesanggupannya”.( QS. Al- Baqarah: 286). Seseorang suami butuh menolong istrinya supaya istrinya sanggup menunaikan kewajibannya.

3. Ketaatan yang diiringi dengan penghormatan serta pemberian reaksi secara timbal- balik.“ Serta bergaullah dengan mereka secara pantas”.( QS. An- Nisaa’: 19).

4. Ketaatan yang diiringi silih membagikan rasa cinta serta kasih sayang yang lahir dari lubuk hati.

5. Taat diiringi musyawarah.“ Lagi urusan mereka( diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”.( QS. Asysyuraa: 38).

6. Ketaatan diiringi dengan silih menasehati, berkorban serta komitmen dengan ketentuan serta syariat Allah SWT.( membumikan harapan; keluarga islam idaman, perihal. 29)

Membesarkan serta mendidik anak

Butuh kerjasama suami istri dalam tugas mendidik serta membesarkan anak. Tugas yang begitu berat serta mulia itu butuh menemukan atensi sungguh- sungguh dari kedua orang tua. Perhatikan gimana Rasulullah saw turut dan dalam membagikan tarbiyah( pembelajaran) kepada anak tirinya( anak kandung Ummu Salamah). Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah, dia mengatakan:“ Kala kecil dahulu saya terletak di pangkuan Rasulullah saw. Seketika tanganku tanpa siuman mengambil( santapan) di suatu piring besar. Dia bicara padaku:“ Hy anakku, ucaplah name Allah, makan dengan tangan kananmu, dan makanlah hidangan yang dekat darimu”. habis itu akupun kebiasaan melakukan apa yang diajarkan Rasulullah saw.( HR. Bukhari).

Menata tugas rumah tangga

Tanggung jawab seseorang istri dalam mengendalikan urusan rumah tangga bukan berarti dia yang melaksanakan segala pekerjaan rumah tangganya seseorang diri. Bukan berarti pekerjaan memasak, mempersiapkan hidangan, memandikan anak, cuci pakaian, menstrika serta seterusnya wajib dicoba olehnya sendiri. Dia cuma memikul tanggung jawabnya saja. Pekerjaan- pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan olehnya ataupun suami ataupun orang lain.

Dalam suatu cerita diriwayatkan kalau Fathimah ra. bekerja di rumah suaminya, serta memohon disediakan seseorang pembantu oleh Rasulullah saw, tetapi dia saw tidak mengabulkan permintaannya sebab lebih mengutamakan kebutuhan ahlu shuffah. Tetapi adakisah lain, Asma binti Abu Bakar yang bekerja di rumah suaminya, dia dibantu seseorang pembantu sehabis merasa sangat lelah bekerja. Pasti terdapatnya pembantu ataupun tidak, 2 keadaan tersebut didetetapkan dengan bermacam aspek tertentu, semacam keahlian ekonomi serta waktu yang ada untuk suami serta istri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar